Rabu, 23 November 2016

Cita-cita saya.....



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh....
Pada kesempatan kali ini, saya Sri Rahayu Fitrianingsih pada bab sebelumnya membahas mengenai keadilan, sekarang izinkan saya membahas mengenai apa cita-cita saya dan perjuangan yang saya gapai untuk mencapai cita-cita tersebut.

Cita-cita adalah suatu impian, harapan, keinginan, dan kemauan yang ada dalam setiap diri seseorang dengan harapan hal tersebut dapat terwujud suatu saat nanti. Bagi saya, cita-cita itu penting dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan cita-cita tersebut kita bisa mengetahui seperti apa kita dimasa depan, langkah-langkah apa yang akan kita ambil untuk menggapai cita-cita kita, tujuan hidup kita, sumber rezeki kehidupan kita, sarana motivasi kita agar tidak gampang down dan sebagainya.

Kehadiran cita-cita dalam hidup saya tak sepenuhnya lepas dari segala tindakan yang saya perbuat. Maksudnya, dengan hadirnya cita-cita itu, saya jadi mengetahui hal apa saja yang harus saya lakukan untuk berusaha menggapai cita-cita tersebut dan tidak lupa juga diselaraskan dengan doa yang saya panjatkan. Saya termasuk orang yang memiliki banyak cita-cita. Namun, pada kesempatan kali ini, saya akan membahas salah satu dari cita-cita tersebut


Sejak kecil saya bercita-cita untuk menjadi seorang dokter. Cita-cita itu bertahan cukup lama dipikiran saya hingga sekarang. Hal itu berawal saat saya masih balita dulu. Waktu itu saya sering sakit (saya lupa sakit apa yang saya alami waktu itu) yang menyebabkan bobot badan saya turun drastis dari yang seharusnya, ditambah lagi saat itu juga ibu saya kerap memeriksa kondisi kehamilan, karena saat itu ibu saya sedang mengandung adik saya yang kedua. Saya awalnya sempat takut sampai nangis-nangis dan tidak mau jika bertemu dengan hal-hal yang berbau kedokteran, seperti jarum suntik, imunisasi, bau obat di ruang praktek, dan sebagainya. Jadi jika urusan sakit begitu, saya lebih suka jika dokternya saja ke rumah. Namun, saat pertama kali diajak oleh orang tua saya, saya langsung takjub dan kagum melihat bagaimana dokter menangani pasien (yang kebetulan pasiennya ibu saya waktu itu), bagaimana dia cekatan menulis resep, menganalisa penyakit pasien dengan segala keingintahuannya, dan yang paling memikat hati saya..... bagaimana dia memakai jas putih dengan nama tambahan ‘dr.’ di dada. UGH. SANGAT MEMIKAT.

Sebenarnya, orang tua saya pernah meminta saya untuk mempertimbangkan cita-cita yang akan saya tekuni ini, karena dari segi waktu kuliah yang memakan waktu cukup lama, materi kuliah, bagaimana prospek kerja kedepannya, dan sebagainya. Namun, saya berusaha meyakinkan kepada orang tua saya tentang cita-cita saya, dan akhirnya orang tua saya merestuinya. Cita-cita ini murni dari keinginan saya sendiri. Karena pada dasarnya, saya adalah orang yang tidak suka melihat orang lain susah, saya senang bisa berinteraksi dengan orang banyak, saya senang hal-hal yang berbau pengabdian, dan saya ingin menjadi hal yang bermanfaat bagi orang lain. Selain itu juga, dengan menjadi seorang dokter, saya bisa memaknai kata keikhlasan, ketulusan, dan bersyukur. Makna keikhlasan yaitu kita harus berani untuk dibayar yang tidak banyak demi menyembuhkan banyak orang, kita harus ikhlas lepas dari zona nyaman, ikhlas dalam mengabdi pada masyarakat, dll. Makna ketulusan, kita harus tulus memberikan penanganan kepada pasien kita suatu saat nanti.
Terakhir, bersyukur, bermakna kita masih dikaruniakan kondisi badan yang sehat wal afiat tanpa cacat, sehingga kita lebih memaknai betapa berharganya kesehatan disaat kita telah jatuh sakit. Untuk urusan gaji atau rezeki, Allah Swt sudah mengaturnya dengan matematikanya tersendiri, bahkan rejekiku untuk kuliah di jurusan kedokteran juga merupakan bagian dari ketentuannya. Namun, jika Allah belum mengizinkan, Insya Allah aku siap menerima semua hal yang sudah diatur-Nya dan lebih banyak belajar untuk bersyukur, karena ketentuan-Nya adalah pilihan terbaik oleh-Nya untuk kita dan rejeki itu datangnya bisa darimana saja, kapan saja, dan dimana saja jika kita senantiasa berupaya mencarinya. 

Semenjak saat itu, saya mulai berusaha untuk ‘memantaskan diri’ untuk menggapai cita-cita saya. Entah dari memperbagus nilai, mendalami materi tertentu, belajar dan semacamnya. Sampai suatu ketika saya mendapat banyak ‘tamparan’ karena saya sudah berusaha keras untuk tabah dan sabar karena berkali-kali mendapat kata ‘tidak’ di pengumuman online. Tingkat kesabaran saya semakin diuji ketika saya memutuskan untuk melepas salah satu jurusan fk di univ swasta yang saya dapatkan demi menunggu pengumuman-pengumuman yang ternyata isinya penolakan itu. Saya sudah mulai pasrah, karena beranggapan mungkin rejeki saya bukan di dokter, namun di jurusan lain. Akhirnya dengan segala kepasrahan dan tawakkal saya menetapkan pilihan saya di jurusan psikologi, karena ruang lingkupnya sama seperti kedokteran namun kita tidak perlu takut ada malpraktek hihi. Selain itu juga, psikologi adalah hal yang saya minati setelah kedokteran. Setelah mengikuti serangkaian test dan administrasi online, Allah Swt akhirnya menjawab doa saya dan saya akhirnya diterima di Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.

Saya tidak pernah menganggap hal ini sebuah pelampiasan atau pula sebuah penyesalan. Karena, ini mungkin rejeki saya dari dulu, mungkin ini adalah jawaban Allah Swt dari segala penolakan yang sudah saya terima, dari jurusan ini saya bisa mengembangkan potensi diri saya lebih baik, bisa memahami diri sendiri dengan baik, bisa belajar mengerti orang lain, dan sebagainya. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai enjoy dengan jurusan ini, meskipun saya masih berharap menjadi seorang dokter, untuk saat ini saya masih tetap belajar mengulang materi yang diujikan kemarin karena untuk jaga-jaga jika suatu saat saya mulai tidak kuat untuk bertahan di jurusan psikologi ini dan memilih jurusan lain yang kemungkinan sesuai minat dan bakat saya dan tetap saja keluarga dan kuliah di psikologi menjadi prioritas utama saya untuk saat ini. Pengulangan materi ini saya durasikan selama + 2 jam perhari dan telah terjadwal untuk mempelajari 1-2 materi per hari. Tetapi tetap saja itu dikondisikan dengan kondisi jasmani saya agar tidak memaksakan dan tidak terlalu memforsir hal tersebut sehingga fisik saya tetap fit dan tidak drop. Jika drop sampai jatuh sakit, semua aktivitas lain bahkan yang berkaitan dengan kampus saya otomatis akan terbengkalai.


Sekian pembahasan mengenai cita-cita dan perjuangan yang saya alami. Semoga bisa berkesan di hati pembaca, nilai-nilai baiknya dapat diambil dan diterapkan di kehidupan sehari-hari dan mohon maaf atas kesalahan atau kata-kata yang tidak berkenan.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.....

link:
Tugas 1: Pandangan Mengenai Ketidakadilan
Tugas 3: Pandangan Hidup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar