Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh....
Pada kesempatan kali
ini, saya Sri Rahayu Fitrianingsih pada bab sebelumnya membahas mengenai
keadilan, sekarang izinkan saya membahas mengenai apa cita-cita saya dan
perjuangan yang saya gapai untuk mencapai cita-cita tersebut.
Cita-cita
adalah suatu impian, harapan, keinginan, dan kemauan yang ada dalam setiap diri
seseorang dengan harapan hal tersebut dapat terwujud suatu saat nanti. Bagi
saya, cita-cita itu penting dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan
cita-cita tersebut kita bisa mengetahui seperti apa kita dimasa depan,
langkah-langkah apa yang akan kita ambil untuk menggapai cita-cita kita, tujuan
hidup kita, sumber rezeki kehidupan kita, sarana motivasi kita agar tidak
gampang down dan sebagainya.
Kehadiran
cita-cita dalam hidup saya tak sepenuhnya lepas dari segala tindakan yang saya
perbuat. Maksudnya, dengan hadirnya cita-cita itu, saya jadi mengetahui hal apa
saja yang harus saya lakukan untuk berusaha menggapai cita-cita tersebut dan
tidak lupa juga diselaraskan dengan doa yang saya panjatkan. Saya termasuk
orang yang memiliki banyak cita-cita. Namun, pada kesempatan kali ini, saya
akan membahas salah satu dari cita-cita tersebut
Sejak
kecil saya bercita-cita untuk menjadi seorang dokter. Cita-cita itu bertahan cukup
lama dipikiran saya hingga sekarang. Hal itu berawal saat saya masih balita
dulu. Waktu itu saya sering sakit (saya lupa sakit apa yang saya alami waktu
itu) yang menyebabkan bobot badan saya turun drastis dari yang seharusnya, ditambah
lagi saat itu juga ibu saya kerap memeriksa kondisi kehamilan, karena saat itu
ibu saya sedang mengandung adik saya yang kedua. Saya awalnya sempat takut
sampai nangis-nangis dan tidak mau jika bertemu dengan hal-hal yang berbau
kedokteran, seperti jarum suntik, imunisasi, bau obat di ruang praktek, dan
sebagainya. Jadi jika urusan sakit begitu, saya lebih suka jika dokternya saja
ke rumah. Namun, saat pertama kali diajak oleh orang tua saya, saya langsung
takjub dan kagum melihat bagaimana dokter menangani pasien (yang kebetulan
pasiennya ibu saya waktu itu), bagaimana dia cekatan menulis resep, menganalisa
penyakit pasien dengan segala keingintahuannya, dan yang paling memikat hati
saya..... bagaimana dia memakai jas putih dengan nama tambahan ‘dr.’ di dada. UGH.
SANGAT MEMIKAT.
Sebenarnya,
orang tua saya pernah meminta saya untuk mempertimbangkan cita-cita yang akan
saya tekuni ini, karena dari segi waktu kuliah yang memakan waktu cukup lama,
materi kuliah, bagaimana prospek kerja kedepannya, dan sebagainya. Namun, saya
berusaha meyakinkan kepada orang tua saya tentang cita-cita saya, dan akhirnya
orang tua saya merestuinya. Cita-cita ini
murni dari keinginan saya sendiri. Karena pada dasarnya, saya adalah orang yang
tidak suka melihat orang lain susah, saya senang bisa berinteraksi dengan orang
banyak, saya senang hal-hal yang berbau pengabdian, dan saya ingin menjadi hal
yang bermanfaat bagi orang lain. Selain itu juga, dengan menjadi seorang
dokter, saya bisa memaknai kata keikhlasan, ketulusan, dan bersyukur. Makna keikhlasan
yaitu kita harus berani untuk dibayar yang tidak banyak demi menyembuhkan
banyak orang, kita harus ikhlas lepas dari zona nyaman, ikhlas dalam mengabdi
pada masyarakat, dll. Makna ketulusan, kita harus tulus memberikan penanganan
kepada pasien kita suatu saat nanti.
Terakhir, bersyukur, bermakna kita
masih dikaruniakan kondisi badan yang sehat wal afiat tanpa cacat, sehingga
kita lebih memaknai betapa berharganya kesehatan disaat kita telah jatuh sakit.
Untuk urusan gaji atau rezeki, Allah Swt sudah mengaturnya dengan matematikanya
tersendiri, bahkan rejekiku untuk kuliah di jurusan kedokteran juga merupakan
bagian dari ketentuannya. Namun, jika Allah belum mengizinkan, Insya Allah aku
siap menerima semua hal yang sudah diatur-Nya dan lebih banyak belajar untuk
bersyukur, karena ketentuan-Nya adalah pilihan terbaik oleh-Nya untuk kita dan rejeki
itu datangnya bisa darimana saja, kapan saja, dan dimana saja jika kita
senantiasa berupaya mencarinya.
Semenjak
saat itu, saya mulai berusaha untuk ‘memantaskan diri’ untuk menggapai
cita-cita saya. Entah dari memperbagus nilai, mendalami materi tertentu, belajar
dan semacamnya. Sampai suatu ketika saya mendapat banyak ‘tamparan’ karena saya
sudah berusaha keras untuk tabah dan sabar karena berkali-kali mendapat kata ‘tidak’
di pengumuman online. Tingkat kesabaran saya semakin diuji ketika saya
memutuskan untuk melepas salah satu jurusan fk di univ swasta yang saya
dapatkan demi menunggu pengumuman-pengumuman yang ternyata isinya penolakan itu.
Saya sudah mulai pasrah, karena beranggapan mungkin rejeki saya bukan di
dokter, namun di jurusan lain. Akhirnya dengan segala kepasrahan dan tawakkal
saya menetapkan pilihan saya di jurusan psikologi, karena ruang lingkupnya sama
seperti kedokteran namun kita tidak perlu takut ada malpraktek hihi. Selain itu
juga, psikologi adalah hal yang saya minati setelah kedokteran. Setelah
mengikuti serangkaian test dan administrasi online, Allah Swt akhirnya menjawab
doa saya dan saya akhirnya diterima di Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Saya
tidak pernah menganggap hal ini sebuah pelampiasan atau pula sebuah penyesalan.
Karena, ini mungkin rejeki saya dari dulu, mungkin ini adalah jawaban Allah Swt
dari segala penolakan yang sudah saya terima, dari jurusan ini saya bisa
mengembangkan potensi diri saya lebih baik, bisa memahami diri sendiri dengan
baik, bisa belajar mengerti orang lain, dan sebagainya. Namun, seiring
berjalannya waktu, saya mulai enjoy dengan jurusan ini, meskipun saya masih
berharap menjadi seorang dokter, untuk saat ini saya masih tetap belajar
mengulang materi yang diujikan kemarin karena untuk jaga-jaga jika suatu saat
saya mulai tidak kuat untuk bertahan di jurusan psikologi ini dan memilih
jurusan lain yang kemungkinan sesuai minat dan bakat saya dan tetap saja keluarga
dan kuliah di psikologi menjadi prioritas utama saya untuk saat ini. Pengulangan
materi ini saya durasikan selama + 2 jam perhari dan telah terjadwal
untuk mempelajari 1-2 materi per hari. Tetapi tetap saja itu dikondisikan
dengan kondisi jasmani saya agar tidak memaksakan dan tidak terlalu memforsir
hal tersebut sehingga fisik saya tetap fit dan tidak drop. Jika drop sampai
jatuh sakit, semua aktivitas lain bahkan yang berkaitan dengan kampus saya
otomatis akan terbengkalai.
Sekian
pembahasan mengenai cita-cita dan perjuangan yang saya alami. Semoga bisa
berkesan di hati pembaca, nilai-nilai baiknya dapat diambil dan diterapkan
di kehidupan sehari-hari dan mohon maaf atas kesalahan atau kata-kata yang tidak berkenan.
Wassalamu’alaikum
warahmatullah wabarakatuh.....
link:
Tugas 1: Pandangan Mengenai Ketidakadilan
Tugas 3: Pandangan Hidup
link:
Tugas 1: Pandangan Mengenai Ketidakadilan
Tugas 3: Pandangan Hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar